Melihat Hasil Karya Emas Fotografer Ferdy Siregar

 Oleh : Nadhifa Fitrina 

Sumber : Kover Magazine 

Fotografi merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang terbaik untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada. Foto dapat memperluas apa yang dilihat, dipikirkan, membuat seseorang kagum, terhibur, bahkan merasakah keajaiban dan kasih sayang setiap kita melihatnya. Dalam analisis fotografi ini saya menggunakan jenis fotografi Human Interest Photography.

Human Interest Photography ini merupakan salah satu jenis fotografi yang berfokus pada kehidupan seseorang untuk menggambarkan suasana kehidupan ataupun suasana hati dengan tujuan membangkitkan simpati dari orang yang melihat fotonya. Berawal dari Photojournalism Human Interest, yang berarti sebuah gambar yang menggambarkan seseorang atau orang-orang yang berada dalam situasi interaktif, emosional, atau yang tidak biasa.   

Seperti halnya dengan fotografer Ferdy Siregar, yang merupakan seorang fotografer asal Medan yang lahir pada tanggal 05 Februari 1974, ini juga mengabadikan hasil karyanya lewat media sosial, yakni instagram. Beliau mengenal fotografi sejak di bangku kuliah pada tahun 1995. Beliau bergelut dalam bidang jurnalistik pada tahun 2000 -2012 di Harian Analisa sebagai pewarta foto, kemudian menjadi redaktur foto di Harian Analisa Medan dari 2013 sampai sekarang.

Telah banyak prestasi yang beliau capai, seperti Pemenang Lomba Foto Anugerah Pewarta Astra Indonesia Tahun 2020, Pemenang Foto “Wonderful Indonesia Photo Contest ‘Kategori Aktrasi’ Wisata Tradisional Indonesia 2019, Juara 1 Lomba Foto Bank Sumut Tahun 2017, dan masih banyak lagi.


Foto 1 : Para Penari Membawakan Tarian Multi Etnis di Bukit Singgolom

 Sumber : Instagram 


Foto tersebut disebarluaskan pada 31 Agustus 2021 di laman media sosial dari Ferdy Siregar, pada foto tersebut terlihat sejumlah penari membawakan tarian multi etnis di Bukit Singgolom. Pada foto ini, Ferdy ingin menunjukan gabungan antara suasana tarian multi etnis dengan latar Danau Toba, Balige, Kabupaten Toba, Sumut (4 Agustus 2021).  

Jika dianalisis menggunakan EDFAT yang merupakan pedoman dalam sebuah foto, maka foto ini memiliki beberapa unsur diantara lain entire yang memperlihatkan secara keseluruhan penari yang sedang menampilkan tarian multi etnis, dan latar belakang pemandangan Danau Toba yang terdapat di Sumatera Utara. Menurut pandangan saya, foto di atas termasuk dalam foto spontan atau biasa dikenal dengan candid, terlihat bahwa pose yang ditampilkan hingga kegiatan pengambilan gambar oleh fotografer dapat terjadi tanpa adanya persiapan. Fotografer juga harus siap pada segala macam momen. Objek yang ada di foto serta lingkungan sekitarnya dapat berubah dalam satu kedipan mata saja.

Kemudian foto diatas termasuk dalam unsur frame atau bingkai. Bagaimana fotografer dituntut untuk mampu memperhatikan sekeliling guna mendapatkan kemungkinan pembingkaian yang menarik dan menunjang rasa dalam foto cerita. Memperlihatkan pemandangan Danau Toba sebagai latar belakang atau biasa yang disebut dengan background sebagai bingkai foto, bertujuan agar foto tersebut mendapatkan gambar yang memiliki seni. Menggunakan bingkai longgar, karena pada foto ini tidak terlalu mendominasi, walaupun sejumlah penari sebagai fokus utama, tetapi foto ini masih memperlihatkan suasana Danau Toba yang menjadi latar belakang. 


Foto 2 : Merawat Cabai


 Sumber : Instagram 


Erupsi Gunung Sinabung yang menyebabkan terjadinya hujan abu bercampur pasir. Terlihat bahwa foto di atas memperlihatkan dua orang wanita yang tengah membersihkan gulma dari tanaman cabai sekaligus melakukan perawatan dan pembersihan dari debu vulkanik Gunung Sinabung di Desa Tiga Nderket, Karo, Sumut (24/08/2020). Intensitas erupsi yang tinggi hingga mengeluarkan debu vulkanik dapat merusak tanaman hingga menurunnya hasil panen.

Jurus fotografi yang digunakan dalam memotret foto ini tentunya adalah jurus fotografi fokus, karena dapat dilihat dari hasil foto ini dimana fokus kepada objek foto, yakni terhadap dua orang ibu yang sedang membersihkan gulma dari tanaman cabai akibat debu vulkanik Gunung Sinabung. Untuk foto di atas, saya beranggapan bahwa foto tersebut merupakan foto spontan, hal ini dikarenakan foto yang dihasilkan natural, yakni mendapatkan ekspresi yang alami.  Kunci dari foto spontan adalah gerakan natural dari subjek. Semakin nyaman dengan posenya, maka foto yang dihasilkan akan semakin natural. Pose yang natural akan memperlihatkan ekspresi yang jujur dan nyata.

Foto ini tentunya termasuk dalam foto human interest, dimana fotografer harus berupaya untuk mendapatkan sisi kehidupan dan interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya. Pada foto di atas terdapat kelebihan, seperti menunjukkan latar depan atau foreground kabur, bertujuan untuk memperlihatkan secara jelas objek yang terdapat pada foto diatas, yakni dua orang ibu yang tengah membersihkan hama dari tanaman cabai sekaligus melakukan perawatan dan pembersihan dari debu vulkanik di Desa Tiga Nderket, dengan menunjukkan pemandangan Gunung Sinabung setelah erupsi, tentunya membuat foto diatas terlihat lebih indah, dan tidak terdapat kekurangan pada foto di atas, seperti halnya foto pertama, karena sudah memenuhi unsur – unsur yang baik, seperti telah memasukkan unsur EDFAT, dan menggunakan jurus – jurus fotografi, yaitu jurus fotografi komposisi keseimbangan profil dengan profesi. 

Foto 3 : Sipitu Cawan

 Sumber : Instagram 

Tari Sipitu Cawan, tarian yang merupakan salah satu tari Tortor yang dikenal sakral dan unik. Jika dilihat sekilas, tari ini mirip Tari Piring asal Sumatera Barat. Tidak hanya sakral, tarian ini juga memiliki seni yang tinggi. Tari Sipitu Cawan biasanya ditampilkan oleh para penari wanita. Mereka membawa beberapa cawan yang diletakan di bagian badan sebagai ciri khasnya. Ciri khas adanya cawan inilah yang membedakan Tari Sipitu Cawan dengan Tari Tortor lainnya di Sumatera Utara.

Hasil karya foto ini disebarluaskan oleh Ferdy Siregar pada 29 Desember 2019, foto ini menggambarkan sekumpulan wanita yang sedang membawakan tari Sipitu Cawan. Tarian ini tergolong sakral karena sering ditampilkan di sejumlah acara sakral. Karena kesakralannya inilah, tidak semua orang bisa menarikannya. Apalagi, para penarinya harus membawa cawan sambil menari. Menurut pendapat saya, foto tersebut diambil secara spontan, hal ini dikarenakan foto human interest akan jauh hidup kalau objek yang saling berinteraksi jika mereka sedang dipotret.

Oleh karena itu, foto ini memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri dan berbeda dengan yang lainnya. Tidak perlu diragukan lagi, karena pada foto di atas sangat menunjukkan ciri khas tersendiri, dengan mereka membawa beberapa cawan yang diletakan di bagian badan pada saat menari. Selain itu, keunikan dari foto tersebut yakni para penari diwajibkan untuk memakai kain ulos, dimana kain ini merupakan kain khas milik suku Batak. 

Kain ulos ini memiliki hiasan tenun dengan benang dari emas atau perak. Warna yang banyak digunakan adalah paduan dari hitam, merah. Sama seperti dengan karya foto yang lain, saya sulit dalam menemukan kekurangan pada foto ini, justru saya sangat kagum dengan hasil karyanya bahwa beliau tidak menyunting atau mengedit kembali, karena menurutnya foto yang tidak diedit jauh lebih bagus dan sangat merasa puas.

Penulis : Nadhifa Fitrina (Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta) 


Comments

Popular posts from this blog

CERPEN : Jejak Warna di Pasar Ikan Tradisional Luar Batang

Petualangan di Negeri Gajah: Mengungkap Keajaiban Wisata Thailand